Sambal Gammi Mami Goes to Wonderful Bromo 2022 (Part 2)

Tidak banyak yang diliat selama perjalanan. Hanya lampu dari rumah warga dan sesekali ada penerangan dari jalan, sisanya gelap. Jarak kaki antar penumpang di kursi belakang hampir mirip dengan naik kereta api kelas ekonomi. Cukup sempit, kaki masih bisa bergerak sangat sedikit dan bisa membuat pegal jika terlalu lama karena senderan kursi yang tegak. Yang membedakan adalah tambahan untuk memangku barang bawaan, seperti tas. Karena di mobil Toyota Land Cruiser Jeep memiliki bagasi yang kurang memadai jika diisi penuh penumpang. Di samping kanan saya adalah teman-teman saya, sementara samping kiri adalah mas-mas yang ternyata akan bertugas untuk mendokumentasi selama di Bromo. Barang bawaan mas fotografi adalah tas yang berisikan kamera berserta lensa dan membawa sebuah tripod yang beliau taruh bagian bawah kursi.

Semakin lama, kondisi di luar semakin gelap, minim pencahayaan. Hanya mengandalkan cahaya dari lampu mobil. Kondisi jalan semakin berlika-liku, semakin naik, dan berkelok. Bagai naik roller coaster, tanpa ada pengaman, hanya mengandalkan satu badan untuk menahan medan jalan. Jika jalan berkelok tajam ke kanan, badan mengayun terdorong arah kiri. Begitu pun jika ke kiri. Tanpa sadar, memasuki perumahan lagi dari sebelumnya gelap tanpa ada penerangan jalan selain lampu mobil. Tak lama, tiba di gerbang masuk pos Gunung Bromo yang terang benderang. Terlihat segelintir Jeep atau hardtop yang terparkir sekitaran pos. Jalan di pos tersebut cukup menanjak. Hanya berhenti sebentar, peserta tetap di dalam mobil, mungkin driver hanya laporan dan membayar tiket masuk. Tidak membutuhkan waktu lama, kemudian lanjut lagi perjalanan menuju penanjakan. 

Sekitar 30 menit, jalanan berubah menjadi hamparan pasir yang tidak rata. Badan tak berhenti bergoyang selama perjalanan menuju penanjakan. Kedorong ke samping, loncat, kepala goyang kanan-kiri, kadang badan kedorong ke depan. Melihat kondisi jalan berpasir, saya berpikir semisal ke Bromo menggunakan mobil pribadi, seperti Fortuner, Innova, Agya, Cayla, dsb, apakah bisa? Kabarnya sih, terdapat aturan mengenai kendaraan mobil 4 termasuk aturan mobil pribadi yang dapat masuk ke dalam taman nasional Gunung Bromo. Batas mobil pribadi adalah gerbang masuk atau rest area sekitar, atau terdapat pengecualian seperti kepentingan kedinasan. Wisatawan hanya boleh memasuki kawasan Gunung Bromo menggunakan Jeep lokal atau dari paguyuban Jeep yang ada di masing-masing pintu. Mungkin salah satunya adalah gerbang masuk yang tadi dilalui.

Setelah 1001 kepala dan badan bergoyang, sampai pada jalanan yang kembali terjal. Kali ini, kanan-kiri pemandangannya pohon-pohon menjulang tinggi. Suhu dingin lumayan terasa sampai di dalam mobil. Saya sempatkan untuk memejamkan mata beberapa saat, untuk menyimpan tenaga buat menjelajah Gunung Bromo nanti. Karena saya seharian belum sempat untuk tidur, karena tidak ada kesempatan tidur. Jam 4 pagi, mobil berhenti sebuah jalan yang menanjak. Sebelum turun, mobil Jeep berhenti dan memutar arah dari sebelumnya moncong mobil menghadap jalan ke atas, putar balik ke arah bawah dan menepi dipinggir jalan. Secara satu per-satu, kami semua turun dari mobil. Suhu dingin menyerang badan, namun karena saya menggunakan jaket hoodie zip, tidak begitu berasa ditambah dengan bantuan lemak di tubuh. Terdapat warung kopi dan mushola berada di belakang warung kopi. Karena waktu sudah menunjukan waktu sholat subuh, saya bersama teman-teman saya memutuskan untuk sholat terlebih dahulu. 

Akses masuk ke mushola tidak begitu jauh, tinggal menurunin jalan beberapa langkah kemudian ubah arah langkah kaki menuju kanan. Kami selama menuju mushola ditawari pedagang perempuan paruh baya dan bahkan ada anak-anak, yang menyediakan sewa jaket hangat, menjual sapu tangan, kupluk dan oleh-oleh Gunung Bromo dengan harga mulai Rp 10 ribu. Sesampai di mushola, saya dibuat kagum karena area mushola cukup luas, arsitektur modern, ada taman dan terdapat gazebo panjang. Dari tempat wudhu mushola, saya bisa melihat pemandangan lampu-lampu kota dari kejauhan. Saya sampai terpana beberapa saat sambil menunggu mushola ramai untuk melaksanakan sholat shubuh berjama'ah. Ditemani udara dingin, sebelum wudhu gak kebayang akan seberapa dingin air ditempat wudhu.
Bismillahirrahmannirrahim

Sambil menyalakan keran, secara perlahan memajukan tangan kearah air yang mengalir. Tak begitu lama, saya secara spontan beristigfar. Tangan benar-benar seperti beku saat terkena air, bagaikan wudhu dengan satu ember, berisi air ditambah beberapa es balok. Tahan beberapa saat hingga selesai wudhu, setelah itu segera untuk kembali ke depan pintu mushola untuk bergantian dengan yang lain. Saya mendengar beberapa pengunjung berteriak dan melihat ekspresi orang-orang ketika keluar dari tempat wudhu karena merasakan sensasi wudhu seperti menggunakan air es. Saya dan teman-teman saya memasuki mushola, saat itu masih belum ada orang yang sholat berjama'ah. Saya bertanya kepada teman-teman, untuk melaksanakan sholat jama'ah atau sendiri-sendiri. Teman-teman memutuskan untuk melaksanakan sholat sendiri-sendiri.

Selain mushola, disediakan juga toilet umum namun harus bayar, letaknya di belakang tempat wudhu. Rombongan yang telah selesai berkumpul di area samping mushola untuk menunggu dan dipersilahkan memesan makan atau minum di warung sembari menunggu lainnya sebelum perjalanan menuju tempat sunrise. Teman-teman saya ada yang memesan pop-mie, harganya sekitar Rp 10 ribu. Sambil makan, melihat wisatawan berlalu-lalang kemungkinan ada yang mau menuju toilet sebelum menuju penanjakan. Wisatawan tersebut kemungkinan menuju penanjakan yang berbeda spot dengan rombongan kami. Karena terdapat banyak spot sunrise yang ada di Bromo dan beragam nama tempatnya. Wisatawan yang berkunjung ke Bromo pada saat itu, tidak hanya wisatawan lokal saja, banyak rombongan dari mancanegara, salah satumya dari China.

Tidak lama, kami dipanggil oleh tour guide sekaligus juru fotografi untuk berjalan menuju tujuan pertama yaitu tempat sunrise view. Jalan menuju ke tempat sunrise yang dituju ternyata tepat di samping mobil rombongan yang terparkir. Diawali dengan menaiki kayu untuk menjembatani antara jalan aspal menuju jalan setapak, dan jalan terus naik. Sambil bernyanyi naik ke puncak gunung, ternyata malah membuat nafas saya tersengai-sengai sehingga saya harus berhenti sejenak untuk mengatur nafas, lalu kembali berjalan menyusul rombongan. Rasa capek terbayarkan setelah tiba di salah satu spot foto, Akasia.

Bagus sekali. Kalian beruntung bisa datang momen saat ini. Jarang banget dapat momen seperti ini.

Mas fotografer yang juga merangkap tour guide seperti terkagum-kagum melihat keindahan Bromo pada itu. Clear, tidak ada awan yang menutupi Gunung Bromo. Sebelum hunting sunrise, kami dikumpulkan terlebih dahulu untuk arahan. Diberikan waktu 1 jam 30 menit untuk hunting sunrise dan tidak boleh berkeliaran melebihi batas yang ditentukan. Salah satu healing yang paling saya suka adalah ketika melihat pemandangan alam yang bagus, seperti melihat sunrise atau sunset. Seperti menjadi kebiasaan dari dulu, ketika di Kalimantan, saya suka jalan melihat matahari terbit di Bontang kuala. Selain bikin mata fresh, melihat sunrise di pagi hari pikiran menjadi tenang untuk sesaat.

30 menit berlalu, matahari sedikit menampakan cahaya. Arahnya condong ke kiri dari Gunung Bromo. Gunung Semeru yang berada dibelakang terlihat tenang, tidak ada aktivitas susulan pasca erupsi dua hari lalu. Saya bingung untuk mengambil foto yang bagus, antara mengambil foto matahari terbit atau Gunung Bromo, tidak bisa keduanya karena matahari terbit berada sebelah kiri Gunung Bromo, ditambah tempat spot foto ramai dengan wisatawan. Teman kelompok saya, mengajak untuk foto bersama. Foto pertama hasilnya kurang bagus, karena masih gelap dan kamera HP tidak dapat menangkap gambar apalagi dengan background langit yang terang. Otomatis yang kelihatan adalah bagian belakang, semetara objek foto yaitu saya dan teman-teman saya menjadi gelap. Foto kedua menunggu 30 menit, untuk mendapat cahaya dari sinar matahari, menggunakan kamera DSLR milik mas-mas fotografi dan peserta mendapat kesempatan untuk foto dekat di batang pohon. Foto ketiga, adalah foto bersama dengan semua rombongan klaster 6 Desember 2022. Peserta yang memilih paket tour dengan dokumentasi akan mendapat hasil foto 1 sampai 3 hari kedepan.

Setelah puas berfoto, tibalah rombongan dipanggil untuk kembali ke Jeep untuk melanjutkan perjalan ke destinasi selanjutnya, yaitu menuju kawah Gunung Bromo. Secara hati-hati, saya menuruni jalan setapak, karena ada beberapa bagian yang licin. Udara sejuk masih menyelimuti, salah satu seorang anggota rombongan menyapa dan menanyakan darimana saya berasal. Terlihat beberapa rombongan ada yang mulai akrab, ada yang masih terdiam dan ada yang langkah kakinya cepat, seperti orang terburu-buru. Sesampainya dibawah, saya melihat driver sedang tertidur di dalam mobil dengan keadaan di kunci. Kami tidak bisa masuk, karena pintu belakang dalam keadaan terkunci. Akhirnya saya mengetuk pintu kaca, dan driver pun terbangun dengan memakai sarung.

Pintu belakang mobil telah dibuka, dan semua orang peserta rombongan telah masuk di dalam Jeep. Berangkatlah dengan perlahanan menurunin jalan menuju kawah Gunung Bromo dengan melewati lautan pasir. Sesampainya berhenti di parkiran mobil di lautan pasir, beberapa peserta rombongan ada yang memilih untuk tidur dan beristirahat di Jeep, ada yang pergi ke Kawah Gunung Bromo dan ada yang pergi ke warung yang berada tidak jauh dari parkiran. Salah seorang teman saya, Nugroho mengajak saya untuk ke kawah, dan saya terima ajakan untuk ikut pergi ke kawah. Perjalanan ke kawah Gunung Bromo, mengingatkan kali pertama saya ke Gunung Bromo saat 11 tahun yang lalu saat study tour sekolah. Seperti membuka memori kembali saat momen bersama teman-teman sekolah. 

Ada hal yang berubah saat study tour pertama kali ke Bromo dengan tahun 2022 atau ketiga kalinya saya ke Bromo, dimana Pura Luhur Poten saat saya study tour, tidak dipagari kawat, sehingga wisatawan dapat masuk dan menaiki tangga. Sementara tahun 2022, terdapat pagar kayu kawat yang mengitari sekeliling pura. Baik saat study tour atau yang ketiga kali ke Bromo, pura ini salah satu ikon di kawasan Gunung Bromo. Gumpalan awan dan kabut masih metutup sekitaran lautan pasir Gunung Bromo, ditambah visibilitas yang terbatas akibat kabut pagi Gunung Bromo. Selama berjalan, saya selalu memperhatikan langkah kaki, karena ada kotoran hewan kuda berwarna kuning yang berserakan, ditambah dengan aroma-aroma semerbaknya dari kotoran kuda. Ada cara cepat untuk menuju kawah Gunung Bromo, yaitu dengan menaiki kuda, menurut mas fotografer untuk menaiki kuda ke kawah membayar Rp 150-200 ribu. Namun saya dan Nugroho memilih jalan kaki, sekaligus untuk olah raga.

Diperkirakan saya sudah berjalan 1 KM dari parkiran mobil. Saya dan teman saya sempatkan untuk mampir disebuah warung untuk beristirahat. Sambil menikmati gorengan, saya putuskan untuk tidak sampai naik ke kawah Gunung Bromo, dan menunggu teman saya, Nugroho yang tetap pada pendiriannya untuk naik menuju ke kawah. Ini yang ketiga kalinya memutuskan tidak naik sampai kawah. Bayangin aja, untuk menuju ke puncak kawah dari warung tempat saya istirahat atau 8 menit jalan dari parkiran mobil, masih perlu melewati turunan, kemudian menanjak naik kemudian menaiki anak tangga dan barulah di puncak kawah. Awalnya ada niat buat sampai ke kawah karena memang dua kali ke Bromo belum pernah ke kawah, sampai akhirnya melihat jarak yang masih jauh dan jalan menanjak ke kawah akhirnya mengurungkan niat karena takut kehabisan tenaga. Saya juga melihat beberapa wisatawan yang semula berjalan kaki, tiba tiba memutuskan untuk naik kuda karena sekitaran jalan tanjakan tersebut ada orang yang menawarkan naik kuda.

Sambil menunggu, saya mengeluarkan sebuah alat yang dapat terbang, dikendalikan dari remote control, drone nama alatnya. Baling-baling dibentangkan, tombol power ditekan dan berbunyi tanda semua set sudah siap. Drone terbang, dengan kondisi angin pegunungan yang berhembus membuat kerja propeller menjadi lebih kencang. Terbang menuju kearah kawah, selama dalam perjalanan, saya melihat banyak pengunjung yang berada di sekitar punggung gunung dan melihat segelintir orang yang sudah berada di puncak kawah. Karena tidak berani terbang tepat pada atas kawah dengan durasi berlama-lama terbang, saya langsung mengubah arah drone ke sekitaran Pura Luhur Poten. Tepat disamping pura adalah Gunung Batok, diperkirakan tingginya dari 2440 mdpl. Biasanya Gunung Batok dijadikan tempat untuk pendakian gunung.

Sedang asik mengeksplore dengan menggunakan drone, tiba-tiba seorang bapak dengan menunggangi kuda menghampiri saya. Beliau menawarkan saya tumpangan sampai ke atas Gunung Bromo. Teringat saya dengan himbauan mas fotografer mengenai harga untuk menunggangi kuda, yaitu Rp 150-200 ribu. Keputusan saya pun menolak tawaran bapak itu, dan beralibi tidak sedang menuju ke Kawah Bromo dan menunggu teman saya turun dari atas. Bapak ini ternyata kekeh dan mengganti penawaran menjadi turun sampai ke parkiran mobil. Saya kembali menolak, alibi saya kali ini karena takut meninggalkan teman. Bapak ini akhirnya mengeluarkan jurus sakti yang membuat saya kaget, yaitu menawarkan tumpangan sampai ke parkiran mobil dengan harga seikhlasnya. Mendengar penawaran bapak ini, saya kembali bertanya harga untuk memastikan perkataan bapak sebelumnya. Bapak ini mengatakan 20 ribu, jauh dengan apa yang dikatakan mas fotografi. Saya berfikir panjang, sambil mengendalikan drone yang masih terbang untuk kembali ke tempat semula dan mendarat sedia kala. Setelah beberes, saya pun terima penawaran dari bapaknya dan meminta untuk menunggu teman saya, Nugroho turun dari atas. 

Tak lama, Nugroho menunjukan batang hitungnya dari atas. Ternyata perjalanannya menuju kawah Bromo tidak sampai puncaknya. Saya sempat mengajak teman saya untuk menaiki kuda dengan menyebut harga yang telah ditawarkan. Teman saya menolak dan memilih jalan kaki. Saya menaiki kuda dengan arahan bapak tadi, pertama penggangan tangan ke tali kuda dengan erat. Kedua, angkat kaki kiri dan letakan di pijakan kaki. Ketiga, angkat badan dan ayunkan kaki kanan di atas kuda, kemudian letakan kaki kanan di pijakan bagian kanan. Pegang tali kuda untuk menjaga keseimbangan dan kuda siap ditunggangi. Dengan didampingi oleh yang profesional. Kuda mulai berjalanan, cukup tegang karena jalan cukup curam ditambah goyangan kuda membuat seakan mau terpental atau terjatuh. Teman saya menyusul berada di belakang saya.

Setelah tiba di parkiran mobil, saya melihat beberapa rombongan sudah berada di mobil dan ada yang masih berada di puncah kawah. Sambil menunggu yang lain kembali ke Jeep, sebagian peserta memanfaatkan momen untuk swafoto dengan background Jeep. Salah satu Jeep rombongan tour, terlihat mengalami malasah pada mesin. Kru dan tour guide mengerebungi Jeep tersebut dan melihat permasalahannya. Kemudian, salah satu kru mengambil kabel dan menjumper Jeep tersebut. Tidak berlangsung lama, Jeep tersebut nyala dan siap ke tujuan selanjutnya, yaitu Pasir Berbisik. Jam 8 pagi, secara jadwal seharusnya sudah berangkat menuju tujuan, namun ternyata beberapa rombongan ada yang masih dalam perjalanan menuju Jeep. Mas Sugiartono dan seorang bapak yang ternyata saling memberikan challege untuk sampai di puncak kawah.

Mesin telah dinyatakan, seluruh pintu telah ditutup dan mobil bergerak menuju Pasir Berbisik yang letaknya disebelah timur kawah atau arah kiri jika menghadap ke arah kawah. Selama perjalanan, mas tour guide ini menjelaskan, mengapa mobil dilarang masuk dan parkir disekitaran Gunung Bromo. Alasannya adalah karena terdapat alat pemantau aktivitas Gunung Bromo sehingga aktivitas kendaraan roda 4 akan berpengaruh terhadap monitoring aktivitas Gunung Bromo. Sehingga Jeep hanya diperbolehkan untuk parkir di area di luar batas patokan kayu yang telah dipasang. Sementara untuk kendaraan pribadi roda 2, dapat masuk ke dalam kawasan Gunung Bromo, namun perlu diperhatikan medan jalan dan kondisi kendaraan. Untuk yang akan munuju kawah Bromo, pengguna roda 2 bisa parkir di dekat angkringan sebelum jalan turun menuju tangga kawah Bromo. Saya pernah berkunjung ke Bromo untuk kedua kali dengan menggunakan sepeda, bersama teman-teman kuliah.

Tibalah disalah satu spot Pasir Berbisik, terlihat rombongan lain tiba lebih dahulu. Kali ini Jeep, terparkir seakan-akan membentuk formasi. Di pasir berbisik, kami dipanggil untuk kembali foto-foto sebagai dokumentasi. Foto per-grup terlebih dahulu dan bebas untuk memilih foto di salah satu Jeep. Saya bersama teman-teman kelompok saya, mendapat kesempatan pertama untuk foto. Kami memilih di Jeep yang kami naiki, yaitu berwarna hijau. Untuk naik ke atas Jeep atau Hardtop, ternyata ada pijakan sendiri, bukan naik dari tengah cap mesin. Pijakan ada di roda samping, kemudian menginjakan kaki dibagian pinggir cap mesin dan duduk dibagian atap. Saya dan Nugroho berada di atas, sementara Dlomiri berada di bumper mobil.

Secara bergantian seluruh rombongan mendapat giliran untuk berfoto. Setelah semua kelompok mendapat giliran, peserta dapat meminta foto lagi dengan kelompok atau sendiri. Seperti salah satu peserta tour Bromo dari Jeep berwarna merah yang foto couple lengkap dengan baju yang serasi, ala-ala prewedding. Sambil menunggu sesi foto selesai, saya kembali mengeluarkan drone dengan sisa baterai 70 persen. Drone saya ternyata membuat daya tarik yang lain untuk melihat. Kemudian saya ajak lain buat ikut gabung, membuat video drone, ala-ala my trip my advanture. Take sebanyak dua kali telah dilakukan, melihat baterai HP yang tersisa 20 persen, berharap jika nanti HP baterai mati karena kehabisan baterai, drone masih dapat dikendalikan menggunakan tombol return to home (RTH). Saya merekam sekeliling area dan melihat wisata lain juga sedang swafoto. Pada akhirnya, HP menghitam dan tidak dapat dinyalakan akibat kehabisan beterai. Dengan cepat saya menekan tombol RTH dan drone bergerak kembali ke tempat pertama kali terbang, tidak lama kemudian mendarat dengan sendirinya.

Perjalanan dilanjutkan menuju tujuan akhir, yaitu pada savana Bukit Teletubbies. Dari namanya, jadi teringat dengan tonton masa kecil pagi hari terutama pada saat libur sekolah. Hamparan padang rumput berwarna hijau mirip dengan lingkungan tempat tinggal Teletubbies. Di sana, kembali melakukan foto-foto untuk dokumentasi dan kembali kelompok kami yang pertama untuk berfoto. Foto pertama, mas fotografi mencoba untuk setting kamera untuk menghasilkan gambar yang bagus. Foto kedua, kami diarahkan tidak melihat kamera dan foto ketiga, barulah kami diarahkan untuk foto melihat ke kamera.


Setelah selesai dan bergantian dengan yang lain, saya menuju sebuah warung yang tidak jauh dari tempat parkir. Warung tersebut menjual aneka makanan ringan dan minuman. Saya membeli Beng-beng dengan harga Rp 2 ribu dan air mineral 550ml seharga Rp 5 ribu. Warung tersebut dibawa menggunakan mobil dengan memasang tenda agar teduh. Saya ngobrol dengan Mas Sugiarto yang ternyata berasal dari Lampung, namun fasih bahasa Jawa. Lebih kagetnya, ternyata dia tinggal daerah Ngunut, dekat dengan tempat tinggal mbah saya namun beda kecamatan, mungkin perlu 30 menit untuk ke sana. Setelah semuanya kebagian foto-foto sekitar bukit Savana, pada akhirnya kami kembali ke basecamp. Melihat jam yang ternyata telat satu jam dari Itinerary atau jadwal seharusnya, namun tiba di basecamp tepat waktu, yaitu jam 12 siang. Kemudian pulang menaiki mobil hitam yang sama dengan yang menjemput kami, bersama teman-teman saya dan teteh dari Bandung tapi kali ini ditambah satu orang perempuan. 

Karena kecapean, tidak banyak obrolan yang terjadi di dalam mobil, tidak seramai dibandingkan saat berangkat. Perempuan diantar pulang terlebih dahulu diantar, kemudian teteh Bandung, di hotel yang sama, baru kami diturunkan depan gerbang gang dan kami melanjutkan dengan jalan kaki ke kos Nugroho. Melihat sepatu yang kotor akibat kena pasir dan sedikit bau terik matahari, saya sempatkan untuk beberes diri dan menggunakan parfum. Kami sempat melanjutkan perbincangan mengenai menyelesaikan LPJ. Rencana pembagian dana, sedikit ada kebingungan. Namun, saya mengikuti rencana ke depan dengan berdiskusi dengan kelompok. Tidak ada banyak waktu, karena jam 2 siang, saya harus ke Stasiun untuk pulang ke rumah mbah.

== The end ==